"Mbah KH. Said Gedongan Cirebon (Kakeh KH. Mahrus Aly Lirboyo) sering mengirimi uang kepada KH. Munawwir Krapyak Jogja ketika mondok di Makkah, padahal beliau berdua tidak saling mengenal".
Hal tersebut didasarkan atas kekaguman Mbah Said satat mendengar kabar bahwa ada orang jawa yang rela susah payah mondok di Makkah demi menghafal al Qur'an.
Ketika Mbah Munawwir pulan gke tanah air, beliau segera mencari alamat Mbah Said untuk bersilaturrahmi dan mengucapkan terimakasih. dan di Cirebon pada saat yang sama, Mbah Said menginstruksi kepada santri-santrinya untuk segera wudlu. Dan beliau berkata " kalau memang Kyai Munawwir wali, maka hari ini beliau akan datang ke sini. Dan santri yang tidak punya wudlu dilarang salaman dengan orang suci". Subhanalloh, Mbah Munawwir hari itu juga datang di Gedongan Cirebon.
Beberapa tahun kemudian, melihat potensi dan kemampuan Mbah Munawwir, Keraton Jogja mengangkat beliau menjadi seorang Qodli atau hakim. Di samping menjadi qodli, beliau juga membuka pengajian di lingkungan keraton.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak jama'ah pengajian beliau sehingga tempat yang tersedia tidak lagi muat. Hingga akhirnya Mbah Said memberikan sebidang tanah wakaf kepada Mbah Munawwir yang menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Krapyak.
Sosok Mbah Munawwir yang terkenal sebagai pembaw al Qur'an ke Tanah Jawa tidak lepas dari figur ayahanda beliau yang bernama KH. Abdulloh Rosyad.
Pada waktu muda, Mbah Rosyad punya keinginan kuat untuk hafal al Qur'an. itu dibuktikan ketika beliau menghafal dibarengi dengan riyadloh atau tirakat berendam di sungai (mungkin agar tidak ngantuk). Berkali-kali beliau melakukan tirakat tersebut dan suatu hari, beliau mendengarkan suara: "Hafalkanlah semampumu, karena itu bagianmu. Dan tidak usah berkecil hati, karena kamu akan diberi keturunan yang ahli Qur'an".
Ngunut, Tulungagung, 23 Desember 2018
Disarikan dari @adiblby /IGserambilirboyo